Sabtu, 19 Februari 2011

ORANG BERIMAN ITU TAK HARUS PINTAR DAN SEBALIKNYA

Pendapat tentang pinter dulu baru beriman seperti ditutur sebelumnya, ternyata tidak semua kalangan teologi menerima bahkan banyak yang menolak. Sebab keimanan itu pada persoalan hidayah ketimbang ilmiah. Sehingga bisa saja seseorang beriman kepada Allah tanpa harus melalui proses perenungan terhadap alam semesta lebih dahulu. Maka iman harus lebih dulu dipegang meski belum perenungan. Al-Bajiy dan Ibn Rusyd gigih membela pandangan ini.
Ibn al-Mundzir menyatakan bahwa, andai ada orang kafir yang sudah dewasa berucap dua kaliamah syahadah dan lahiriahnya tidak ada indikator kekafiran lagi, maka dia muslim. Andai setelah itu dia murtad, ya dihukumi murtad dan kepadanya berlaku hukum murtad. Sedangkan Abu Hafsh al-Zanjaniy mengatakan bahwa justeru iman lebih dulu harus dipegang sebagai awal kewajiban sebelum perenungan. Perenungan atau al-nadhar dan al-istidlal hanyalah pelengkap dan penguat keimanan. Andai orang beriman wajib melalui perenungan lebih dahulu, maka rasanya orang sejagad yang sudah beriman selama ini banyak yang tidak memenuhi syarat, sehingga masih kafir.
Dan kenyataan di lapangan membuktikan ada banyak orang berilmu dan berpendidikan akamedik malah nampak lemah iman. Ibadahnya biasa dan cenderung sembrono dan malas-malasan. Mereka sering kali shalat akhir waktu, tidak berjamaah, jarang melakukan amalan-amalan sunnah, keluarganya biasa-biasa saja dan tidak mencerminkan keluarga islami. Istrinya tidak disiplin menutup aurat dan anak perempuannya tidak pakai jilbab. Lebih parah dari itu, dia malah membela diri dengan segudang dalil yang ditafsiri menurut selera sendiri. Mereka juga tidak membaca al-Qur'an secara istiqamah, malah mengecam orang yang hanya baca al-Qur'an saja tanpa mengamalkan ajarannya. Dia merasa sebagai pengamal al-Qur'an sejati meski tanpa jilbab. Padahal berjilbab itu nyata-nyata ajaran al-Qur'an.
Bagi Penulis, wanita muslimah yang mejeng di tempat umum tanpa tutup kepala itu menjukkan ada kelemahan iman di dalam dirinya. Nafsu mejengnya, gengsinya, takut disebut ndeso lebih besar ketimbang nurani ketaqwaannya.
Juga sering dijumpai orang-orang bodoh nan awam malah serius beribadah, tekun dan hati-hati. Mereka perhatian terhadap amalan-amalan sunnah. Shalat qabliyah, ba’diyah tak pernah ketinggalan. Puasa sunnah, setiap hari Senin dan Kamis, juga puasa tiga hari pada hari-hari purnama (al-ayyam al-bidh): 13, 14 dan 15 setiap bulan. Tidak tahu ada dalil atau tidak, dia juga rajin puasa Arafah, tarwiyah, Tasu’a, ‘Asyura, Rajab apalagi enam hari setelah Idul fitri. Aktif shalat berjamah dan pergi ke masjid sebelum adzan dikumandangkan. Beristighfar dan berwirid, lalu membaca al-Qur'an sebisa-bisanya. Istri dan anak-anaknya rajin beribadah dan disiplin berjilbab, meski tidak mengerti dalil.  
Kayaknya orang awan macam gini inilah yang disindir Rasulullah SAW sebagai penghuni surga: “aktsar ahl al-jannah al-balh”. Kebanyakan penghuni surga adalah orang-orang awan yang mituhu nan patuh.        

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.